BAB I
PENDAHULUAN
Dalam
undang-undang Dasar 1945 (UUD ’45) pasal 23 ditegaskan bahwa macam dan harga
mata uang ditetapkan dengan undang-undang (ayat 3) dan mengenai hal keuangan
negara selanjutnya diatur juga dengan undang-undang (ayat 4). Hal tersebut ditegaskan
juga dalam undang-undang 1945, bahwa penetapan dengan undang-undang macam dan
harga mata uang adalah penting karena kedudukan uang itu besar pengaruhnya atas
masyarakat. Uang terutama adalah alat penukar dan penguur harga. Sebagai alat
penukar untuk memudahkan pertukaran jual beli dalam masyarakat.
Berhubung
dengan itu perlu pula ada macam dan rupa uang yang diperlukan oleh Rakyat
sebagai pengukur harga untuk dasar menetapkan harga masing-masing barang yang
dipertukarkan. Barang yang menjadi pengukur harga itu, mestilah tetap harganya
jangan naik turun karena keadaan uang yang tidak teratur. Oleh arena itu
keadaan uang harus ditetapkan dalam undang-undang. Akhirnya dalam penjelasan
UUD 1945 kemudian ditegaskan, bahwa berhubung dengan itu kedudukan Bank
Indonesia yang akan mengeluarkan dan mengatur peredaran uang kertas, ditetapkan
dengan undang-undang.
Dan
berkenaan dengan pentingnya peranan Bank Indonesia, Ketetapan MPRS No.
XXIII/MPRS/1966 dalam pasal 55 menyatakan, bahwa dalam rangka pengamanan keuangan
negara pada umumnya dan pengawasan serta penyehatan tata perbankan pada
khususnya, maka segera harus ditetapkan Undang-undang Pokok Perbankan dan
Undang-Undang Bank Sentral.
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Pengertian Hukum Perbankan
Secara
terminologi “bank” berasal dari bahasa Italy “banca” yang berarti bence yaitu
suatu bangku tempat duduk. Sebab, pada zaman pertengahan pihak banker Italy yang
memberikan pinjaman-pinjaman melakukan usahanya tersebut dengan duduk di bangku-bangku di halaman pasar. Pada hakikatnya yang dimaksudkan dengan bank ialah semua badan usaha yang bertujuan untuk menyediakan jasa-jasanya jika terdapat permintaan atau penawaran kredit.
suatu bangku tempat duduk. Sebab, pada zaman pertengahan pihak banker Italy yang
memberikan pinjaman-pinjaman melakukan usahanya tersebut dengan duduk di bangku-bangku di halaman pasar. Pada hakikatnya yang dimaksudkan dengan bank ialah semua badan usaha yang bertujuan untuk menyediakan jasa-jasanya jika terdapat permintaan atau penawaran kredit.
Hukum
yang mengatur masalah perbankan adalah hukum perbankan. Hukum ini
merupakan seperangkat kaidah hukum dalam bentuk peraturan perundang-undangan
yurisprudensi, doktrin, dan lain-lain sumber hukum, yang mengatur masalah-masalah
perbankan sebagai lembaga, dan aspek kegiatannya sehari-hari, rambu-rambu yang harus
dipenuhi oleh bank, perilaku petugas-petugasnya, hak, kewajiban, tugas dan tanggung
jawab para pihak yang tersangkut bisnis perbankan, apa yang boleh dan tidak boleh
dilakukan oleh bank, eksistensi perbankan, dan lain-lain yang berkenaan dengan dunia
perbankan tersebut.
merupakan seperangkat kaidah hukum dalam bentuk peraturan perundang-undangan
yurisprudensi, doktrin, dan lain-lain sumber hukum, yang mengatur masalah-masalah
perbankan sebagai lembaga, dan aspek kegiatannya sehari-hari, rambu-rambu yang harus
dipenuhi oleh bank, perilaku petugas-petugasnya, hak, kewajiban, tugas dan tanggung
jawab para pihak yang tersangkut bisnis perbankan, apa yang boleh dan tidak boleh
dilakukan oleh bank, eksistensi perbankan, dan lain-lain yang berkenaan dengan dunia
perbankan tersebut.
Sedangkan
menurut Drs. Muhammad Djumhana, S.H pengertian hukum perbankan
adalah sebagai kumpulan peraturan hukum yang mengatur kegiatan lembaga keuangan
bank yang meliputi segala aspek, dilihat dari segi esensi, dan eksistensinya, serta
hubungannya dengan bidang kehidupan yang lain. Ada beberapa yang terlihat jelas dalam kehidupan perbankan Indonesia, diantaranya yaitu:
adalah sebagai kumpulan peraturan hukum yang mengatur kegiatan lembaga keuangan
bank yang meliputi segala aspek, dilihat dari segi esensi, dan eksistensinya, serta
hubungannya dengan bidang kehidupan yang lain. Ada beberapa yang terlihat jelas dalam kehidupan perbankan Indonesia, diantaranya yaitu:
a.
Perbankan
Indonesia dalam melakukan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi
dengan menggunakan prinsip kehati-hatian. Fungsi utamanya adalah sebagai penghimpun dan pengatur dana masyarakat, dan bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional.
dengan menggunakan prinsip kehati-hatian. Fungsi utamanya adalah sebagai penghimpun dan pengatur dana masyarakat, dan bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional.
b.
Perbankan
Indonesia sebagai sarana untuk memelihara kesinambungan pelaksanaan pembangunan
nasional, juga guna mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur.
c.
Perbankan
Indonesia dalam menjalankan fungsi dan tanggung jawabnya kepada masyarakat
tetap harus senantiasa bergerak cepat guna menghadapi tantangan yang semakin
berat dan luas dalam perkembangan perekonomian nasional dan internasional.
Sedangkan
peranan hukum modern mempunyai sifat dan fungsi instrumental, yaitu
bahwa hukum sebagai sarana perubahan. Hukum akan membawakan perubahan-perubahan
melalui pembuatan perundang-undangan yang dijadikan sebagai sarana menyalurkan kebijakan-kebijakan yang dengan demikian bisa berarti menciptakan keadaan-keadaan yang baru atau mengubah sesuatu yang sudah ada.
bahwa hukum sebagai sarana perubahan. Hukum akan membawakan perubahan-perubahan
melalui pembuatan perundang-undangan yang dijadikan sebagai sarana menyalurkan kebijakan-kebijakan yang dengan demikian bisa berarti menciptakan keadaan-keadaan yang baru atau mengubah sesuatu yang sudah ada.
2.
Ruang Lingkup Hukum Perbankan
Yang
merupakan ruang lingkup dari pengaturan hukum perbankan adalah sebagai
berikut:
berikut:
a.
Asas-asas
perbankan, seperti norma efisiensi, keefektifan, kesehatan bank,
profesionalisme pelaku perbankan, maksud dan tujuan lembaga perbankan, hubungan
hak dan kewajiban bank.
b.
Para
pelaku bidang perbankan, seperti dewan komisaris, direksi dan karyawan.
c.
Kaidah-kaidah
perbankan yang khusus diperuntukan untuk mengatur perlindungan kepentingan umum
dari tindakan perbankan, seperti pencegahan persaingan yang tidak sehat,
perlindungan nasabah dan lain-lain.
d.
Yang
menyangkut dengan struktur organisasi yang berhubungan dengan
bidang perbankan, seperti eksistensi dari Dewan Moneter, Bank Sentral dan lain-lain.
bidang perbankan, seperti eksistensi dari Dewan Moneter, Bank Sentral dan lain-lain.
e.
Yang
mengarah kepada pengamanan tujuan-tujuan yang hendak dicapai
oleh bisnis bank tesebut, seperti pengadilan, sanksi, pengawasan dan lain-lain.
Terdapat pula beberapa faktor yang membantu pembentukan hukum perbankan, yaitu diantaranya perjanjian, yurisprudensi dan doktrin perjanjian. Dalam KUHPerdata terdapat ketentuan, bahwa semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya (pasal1338 BW). Yurisprudensi tetap diterima sebagai salah satu sumber hukum, atau factor pembentuk hukum. Sebagaimana dalam ketentuan pasal 27 ayat 1 UU No 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman, yaitubahwa “Hakim sebagai penegak hukum dan keadilan wajib menggali, mengikutidan memahami nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat.” Ketentuan tersebut dapat dijadikan suatu dasar bahwa pengadilan pun dapat memegang peranan yang aktif untuk pembentukan hokum secara umumnya dan hukum perbankan secara khususnya. Doktrin-doktrin, atau pendapat ahli hukum yang ternama dapat dijadikan sebagai sumber hukum, yang merupakan ajaran pada bangsa Romawi tetapi kemudian pada perkembangannya telah menjadi pegangan bangsa-bangsa yang lain.
oleh bisnis bank tesebut, seperti pengadilan, sanksi, pengawasan dan lain-lain.
Terdapat pula beberapa faktor yang membantu pembentukan hukum perbankan, yaitu diantaranya perjanjian, yurisprudensi dan doktrin perjanjian. Dalam KUHPerdata terdapat ketentuan, bahwa semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya (pasal1338 BW). Yurisprudensi tetap diterima sebagai salah satu sumber hukum, atau factor pembentuk hukum. Sebagaimana dalam ketentuan pasal 27 ayat 1 UU No 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman, yaitubahwa “Hakim sebagai penegak hukum dan keadilan wajib menggali, mengikutidan memahami nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat.” Ketentuan tersebut dapat dijadikan suatu dasar bahwa pengadilan pun dapat memegang peranan yang aktif untuk pembentukan hokum secara umumnya dan hukum perbankan secara khususnya. Doktrin-doktrin, atau pendapat ahli hukum yang ternama dapat dijadikan sebagai sumber hukum, yang merupakan ajaran pada bangsa Romawi tetapi kemudian pada perkembangannya telah menjadi pegangan bangsa-bangsa yang lain.
3.
Dasar Hukum Perbankan di Indonesia
Undang-undang
|
Isi
|
1.
Undang-undang
No. 14 Tahun 1967
a)
Undang-undang
Dasar 1945
Ø Pasal (23):
|
·
Anggaran
pendapatan dan belanja tiap-tiap tahun dengan undang-undang. Apabila DPR tidakmenyetujui
anggaran yang diusulkan pemerintah, maka pemerintah menjalankan anggaran
tahun yang lalu
·
Segala
pajak untuk keperluan negara berdasarkan undang-undang
·
Macam
dan harga mata uang ditetapkan dengan undnag-undang
·
Hal
keuangan negara selanjutnya diatur dengan undang-undang
·
Untuk
memeriksa tanggung jawab tentang keuangan negara diadakan suatu badan
pemeriksa keuangan.
|
Ø Pasal 33:
|
·
Perekonomian
disusun sebagai usaha berdasarkan asas kekeluargaan
·
Cabang-cabang
produksi yang penting bagi Negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak
dikuasai oleh negara
·
Bumi
dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasi oleh negara dan
digunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
|
2.
Ketetapan
MPRS No. XXIII/MPRS/1966 pasal 55
|
·
Dalam
rangka pengamanan keuangan negara pada umunya dan pengawasan serta penyehatan
tata perbankan pada khususnya, maka segera harus ditetapkan Undang-Undang
Pokok Perbankan dan Undang-undang Bank Sentral.
|
3.
Diktum
Undang-undang No.14 Tahun 1967
|
·
Mencabut
peraturan pemerintah no.1 Tahun 1955 tentang pengawasan terhadap urusan
kredit (Lembaran Negara No.2 Tahun 1955) sebagaimana ditambah dan diubah
·
Mencabut
undang-undang No.23 Prp Tahun 1960 tentang rahasia bank
·
Sebagai
satu-satunya undang-undang yang mengatur pokok-pokok perbankan di Indonesia.
|
UNDANG-UNDANG
TERKAIT BANK INDONESIA
1.
Undang-Undang tentang Bank Indonesia
Tahun
|
Undang-Undang/PERPU
|
2009
|
|
2008
|
|
2004
|
|
1999
|
|
1968
|
|
1958
|
|
1953
|
2. Undang-Undang No. 21 Tahun 2008
Undang-undang Republik Indonesia
No.12 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah Ikhtisar Undang-undang Republik
Indonesia No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.
3.
Undang-Undang No. 24 Tahun 1999
Undang-undang Republik Indonesia No.
24 Tahun1992 tentang Lalu Lintas Devisa dan Sistem Nilai Tukar.
4.
Undang-Undang Tentang Perbankan
Undang-undang Republik Indonesia
Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana diubah dengan Undang-undang
Nomor 10 Tahun 1998.
5. Undang-Undang
Tentang Transfer Dana
Undang-undang Republik Indonesia
Nomor 3 Tahun 2011 tentang Transfer Dana.
6.
Undang-Undang Terkait
a. Undang-undang
Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan.
b. Undang-Undang
No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.
e. Penjelasan
atas undang-undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana
Pencurian Uang.
7.
Undang-Undang No.24 Tahun 2002 Tentang Surat Utang Negara
Undang-undang
Republik Indonesia No.24 Tahun 2002 tentang Surat Utang Negara.
8.
Undang-Undang No.25 Tahun 2003 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 15
Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang
9.
Undang-Undang No.24 Tahun 2004 Tentang Lembaga Penjamin Simpanan
Undang-undang
Republik Indonesia No.24Tahun 20004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan.
10.
Undang-Undang No.25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal
Undang-undang
Republik Indonesia No.25 Tahun 2007 tentang Penanaman modal.
11.
Undang-Undang No.20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah
Undang-undang
Republik Indonesia No.20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah.
12.
Undang-Undang No.19 Tahun 2008 Tentang Surat Berharga Syariah Negara
Undang-undang
Republik Indonesia No.19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara.
4.
Jenis Dan Usaha Bank
a.
Jenis
Bank
Menurut jenisnya, bank terdiri dari:
·
Bank
Umum
Dapat mengkhususkan diri untuk melaksanakan kegiatan pembiayaan
jangka panjang, pembiayaan untuk mengembangkan koperasi, pengembangan pengusaha
golongan ekonomi lemah, pengembangan ekspor non migas dan pengembangan
pembangunan perumahan.
·
Bank
Perkreditan Rakyat
b.
Usaha
Bank
Bank umum dapat melakukan kegiatan usaha. Masing-masing bank dapat
memilih jenis usaha yang sesuai dengan
keahlian dan bidang usaha yang ingin dikembangkannya. Dengan cara kebutuhan
masyarakat terhadap berbagai jenis jasa bank dapat dipenuhi oleh dunia
perbankan tanpa mengabaikan prinsip kesehatan dan efisiensi.
Usaha bank umum meliputi:
·
Menghimpun
dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan.
·
Memberikan
kredit
·
Menerbitkan
surat pengakuan utang
·
Kegiatan
membeli, menjual atau menjamin surat-surat berharga
5.
Hukum Perbankan : Asas dan Prinsip Perbankan
Pasal
2 UU No 7 tahun 1992 menetapkan bahwa Perbankan Indonesia dalam melakukan
usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip kehati-hatian.
Untuk mempertegas makna asas demokrasi ekonomi ini penjelasan umum dan
penjelasan Pasal 2 berbunyi : yang dimaksud dengan demokrasi ekonomi adalah
demokrasi ekonomi berdasarkan Pancasila dan undang-undang dasar 1945. Demokrasi
ekonomi ini tersimpul dlam Pasal 33 UUD 1945, yaitu perekonomian disusun
sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekeluragaan. Menurut Rochmat Soemitro (
1991 : 185 ) pembangunan di bidang ekonomi yang didasarkan pada demokrasi
ekonomi menentukan masyarakat harus memegang peran aktif dalam kegiatan
pembangunan, memberikan pengarahan dan bimbingan terhadap pertumbuhan ekonomi
serta menciptakan iklim yang sehat bagi perkembangan dunia usaha.
Dalam hukum perbankan dikenal beberapa prinsip perbankan, yaitu
prinsip kepercayaan (fiduciary
relation principle), prinsip kehati-hatian (prudential
principle),
prinsip kerahasiaan (secrecy principle), dan prinsip mengenal nasabah (know
how costumer principle),
1)
Prinsip
Kepercayaan ( fiduciary relation principle )
Prinsip kepercayaan adalah suatu
asas yang melandasi hubungan antara bank dan nasabah bank. Bank berusaha dari
dana masyarakat yang disimpan berdasarkan kepercayaan, sehingga setiap bank
perlu menjaga kesehatan banknya dengan tetap memelihara dan mempertahankan
kepercayaan masyarakat. Prinsip kepercayaan diatur dalam Pasal 29 ayat (4) UU
No 10 Tahun 1998.
2)
Prinsip
Kehatihatian ( prudential principle )
Prinsip kehati-hatian adalah suatu
prinsip yang menegaskan bahwa bank dalam menjalankan kegiatan usaha baik dalam
penghimpunan terutama dalam penyaluran dana kepada masyarakat harus sangat
berhati-hati. Tujuan dilakukannya prinsip kehati-hatian ini agar bank selalu
dalam keadaan sehat menjalankan usahanya dengan baik dan mematuhi
ketentuan-ketentuan dan norma-norma hukum yang berlaku di dunia perbankan.
Prinsip kehati-hatian tertera dalam Pasal 2 dan Pasal 29 ayat (2) UU No 10
tahun 1998.
3)
Prinsip
Kerahasiaan ( secrecy principle)
Prinsip kerahasiaan bank diatur
dalam Pasal 40 sampai dengan Pasal 47 A UU No 10 Tahun 1998. Menurut Pasal 40
bank wajib merahasiakan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya.
Namun dalam ketentuan tersebut kewajiban merahasiakan itu bukan tanpa
pengecualian. Kewajiban merahasiakan itu dikecualikan untuk dalam hal-hal untuk
kepentingan pajak, penyelesaian utang piutang bank yang sudah diserahkan kepada
badan Urusan Piutang dan Lelang / Panitia Urusan Piutang Negara (UPLN/PUPN),
untuk kepentingan pengadilan perkara pidana, dalam perkara perdata antara bank
dengan nasabah, dan dalam rangka tukar menukar informasi antar bank.
4)
Prinsip
Mengenal Nasabah ( know how costumer principle )
Prinsip mengenal nasabah adalah
prinsip yang diterapkan oleh bank untuk mengenal dan mengetahui identitas
nasabah, memantau kegiatan transaksi nasabah termasuk melaporkan setiap
transaksi yang mencurigakan. Prinsip mengenal nasabah nasabah diatur dalam
Peraturan Bank Indonesia No.3/1 0/PBI/2001 tentang Penerapan Prinsip Mengenal
nasabah. Tujuan yang hendak dicapai dalam penerapan prinsip mengenal nasabah
adalah meningkatkan peran lembaga keuangan dengan berbagai kebijakan dalam
menunjang praktik lembaga keuangan, menghindari berbagai kemungkinan lembaga
keuangan dijadikan ajang tindak kejahatan dan aktivitas illegal yang dilakukan
nasabah, dan melindungi nama baik dan reputasi lembaga keuangan.
6.
Kerahasiaan dan Ketentuan Pidana
Bank tidak boleh memberikan keterangan-keterangan
tentang keadaan keuangan nasabahnya yang tercatat padanya dan hal-hal lain yang
harus dirahasiakan oleh bank menurut kelaziman dalam dunia perbankan, kecuali
dalam hal-hal yang ditentukan dalam undang-undang ini.
Apabila ketentuan demikian mengatur persoalan rahasia
bank yang dimaksudkan dengan rahasia bank ialah segala sesuatu yang berhubungan
dengan keuangan dan lain-lain dari nasabah bank yang menurut kelaziman dunia
perbankan harus dirahasiakan. Kerahasiaan ini diperlukan untuk kepentingan bank
sendiri yang memerlukan kepercayaan masyarakat, yang menyimpan uangnya dibank.
Ketentuan mengenai rahasia bank merupakan suatu hal
yang sangat penting bagi nasabah penyimpan dan simpanannya maupun bagi kepentingan
bank itu sendiri, sebab apabila nasabah penyimpan ini tidak mempercayai
suatu bank dimana ia menyimpan simpanannya tentu ia tidak akan mau menjadi
nasabahnya. Oleh karena itu sebagai suatu lembaga keuangan yang berfungsi
menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan, sudah sepatutnya
bank menerapkan ketentuan rahasia bank tersebut secara konsisten dan
bertanggung jawab sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku
untuk melindungi kepentingan nasabahnya. Teori rahasia bank dibagi menjadi dua
macam yaitu teori rahasia bank mutlak dan teori rahasia bank yang bersifat
relatif.
Menurut teori rahasia bank mutlak bank mempunyai
kewajiban untuk menyimpan rahasia atau keterangan-keterangan mengenai
nasabahnya yang diketahui bank karena kegiatan usahanya dalam keadaan
apapun juga dalam keadaan biasa atau dalam keadaan luar biasa, teori ini
sering menonjolkan kepentingan individu sehingga kepentingan negara dan
masyarakat sering terabaikan. Dalam teori rahasia bank yang bersifat relatif
bank diperbolehkan membuka rahasia atau memberi keterangan mengenai nasabahnya
apabila untuk kepentingan yang mendesak. Misalnya untuk kepentingan Negara atau kepentingan hukum.
a.
Rahasia Bank
Mengenai ketentuan
rahasia bank sebelum berlaku undang-undang no.
7 tahun 1998 UU No. 10 tahun 1998
tentang perbankan dapatditemukan dalam undang-undang no. 23 PrP 1960
tentang rahasia bank dan dalam UU No. 14 tahun 1967 tentang pokok- pokok
perbankan. Selain11 itu Rahasia bank juga diatur di dalam Undang-Undang No. 7
tahun 1992 UU No. 10 tahun 1998 tentang perbankan.
Berkenaan
dengan rahasia bank, UUP-1992 dalam pasal 40 menegaskan sebagai berikut:
·
Bank dilarang memberikan keterangan yang tercatat pada bank
tentang keadaan uang dan hal-hal lain dari nasabahnya
·
Untuk kepentingan perpajakan Menteri berwenang mengeluarkan
perintah tertulis kepada bank agar memberikan keterangan dan memperlihatkan
bukti-bukti tertulis megenai keadaan keuangan nasabah tertentu kepada pejabat
pajak (pasal 1)
·
Harus menyebutkan nama pejabat bank dan nama nasabah wajib pajak
yang dikehendakinya (pasal41)
b.
Ketentuan Pidana
Undang-undang No.14
Tahun 1967 juga menetapkan beberapa tindak pidana terhadap pelanggaran dalam
ketentuan perbankan sebagai berikut :
UU no.14 Th.1967
|
Isi
|
Pasal 38
|
Barangsiapa menjalankan usaha bank tanpa izin dari
Menteri keuangan dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya 5(lima) tahun
dan denda setinggi-tingginya Rp. 5.000.000,00
|
Pasal 39
|
·
Barangsiapa bertentangan dengan ketentuan rahasia bank memaksa
bank untuk memberikan keterangan mengenai hal-hal yang harus dirahasiakan
bank, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya 1 tahun dan denda
setinggi-tingginya Rp. 10.000,00
·
Anggota direksi atau pegawai bank yang memberikan ketentuan
tentang hal-hal yang harus dirahasiakan, dihukum dengan hukuman penjara
selama-lamanya 1 tahun dan denda setinggi-tingginya Rp. 10.000,00
·
Anggota direksi atau pegawai bank yang dengan sengaja tidak
memberikan keterangan yang wajib diberikannya kepada bank Indonesia dan
Menteri Keuangan, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya 6 bulan atau
denda setinggi-tingginya Rp. 10.000
·
Tindakan pidana tersebut pada pasal ini dianggap sebagai
kejahatan
|
Pasal 40
|
·
Apabila kewajiban-kewajiban tersebut dalam undang-undang itu
kecuali yang mengenal rahasia bank tidak dipenuhi oleh bank yang
bersangkutan, Bank Indonesia dapat menetapkan sanski-sanski administratif
atau mempertimbangkan kepada Menteri Keuangan untuk mencabut izin usaha bank
yang bersangkutan.
·
Apabila dianggap perlu bank Indonesia dapat mengajukan
persoalannya kepada pengadilan untuk menuntut yang bersangkutan termaksud di
atas berdasarkan pasal 216 Kitab Undang-undang hukum dagang
|
·
Barang siapa menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan
tanpa izin usaha dari Menteri (pasal 16 dan 17), diancam dengan pidana penjara
paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp.10.000.000.000
·
Dalam hal kegiatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan
oleh badan hukum yang berbentuk perseroan terbatas, perserikatan, yayasan atau
koperasi, maka penuntutan terhadap badan-badan dilakukan dengan baik terhadap
mereka yang member perintah melakukan perbuatan itu atau terhadap kedua-duanya
(pasal 46)
·
Barang siapa tanpa membawa perintah tertulis dari Menteri kepada
bank (pasal 41) atau tanpa izin Menteri (pasal 42) dengan sengaja memaksa
bank atau pihak fertilasi untuk
memberikan keterangan, diancam pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan
denda paling banyak Rp. 3.000.000.000
·
Aggota dewan komisaris, direksi, pegawai bank atau pihak
terafiliasi lainnya yang dengan sengaja memberikan keterangan yang wajib
dirahasiakan (pasal 40), diancam dengan pidana penjara paling lama 2 (dua)
tahun dan denda paling banyak Rp. 2.000.000.000. yang dimaksud dengan pegawai
bank adalah semua pejabat atau karyawan bank (pasal 47)
C. Pengecualian
Rahasia Bank
Pengecualian terhadap ketentuan rahasia bank dalam UU
No. 7 tahun 1992 UU No 10 tahun 1998 tentang perbankan adalah mengacu kepada ketentuan
pasal 40 ayat (1) UU No. 10 tahun 1998 yang menentukan bahwa bank wajib
merahasiakan keterangan mengenai nasabah penyimpandan simpanannya kecuali dalam
hal sebagaimana dimaksud dalam pasa l41, 41A,
pasal 42, pasal 43, pasal 44, dan pasal 44A. Berdasarkan ketentuan pasal
40 ayat (1) pengecualian terhadapketentuan rahasia bank adalah
sebagai berikut:
a.
Untuk kepentingan perpajakan
b.
Untuk kepentingan penyelesaian piutang bank yang telah diserahkan kepada BUPLN/PUPN
c.
Untuk kepentingan peradilan dalam perkara pidana
d.
Untuk kepentingan peradilan dalam perkara perdata antara
bank dengan nasabah
e.
Dalam tukar-menukar informasi antar bank
f.
Atas permintaan, persetujuan atau kuasa dari nasabah penyimpan
atauahli warisnya.
BAB III
PENUTUPAN
1.
Kesimpulan
Hukum yang mengatur masalah perbankan disebut
hukum perbankan ( Banking Law) yakni merupakan seperangkat
kaedah hukumdalam bentuk peraturan perundang undangan, yurisprudensi, doktrin,
dan lain-lain sumber hukum yang mengatur masalah-masalah perbankan sebagai
lembaga, dan aspek kegiatannya sehari-hari, rambu-rambu yang harus dipenuhi oleh suatu bank, perilaku
petugas-petugasnya, hak, kewajiban, tugas dan tanggung jawab, para
pihak yang tersangkut dengan bisnis perbankan, apa yang boleh dan tidak
boleh dilakukan oleh bank,eksistensi bank, dan lain-lain yang berkenaan dengan
dunia perbankan tersebut.Sumber hukum
dalam arti material baru diperhatikan jika dianggap perlu diketahui akan
asal usul hukum. Sumber hukum dalam arti formal adalah tempat ditemukannya
ketentuan hukum dan perundang-undangan, baik yang tertulis maupun tidak
tertulis. Sumber hukum perbankan adalah tempat ditemukannya ketentuan hukum dan
perundang-undangan perbankan yang dimaksud adalah hukum positif, yaitu
ketentuan perbankan yang sedang berlaku pada saat ini.
DAFTAR PUSTAKA
Muhammad Djumhana, 1993, Asas-Asas Hukum Perbankan Indonesia,
Bandung, CitraAditya Bakti
Munir Fuadi, 1999, Hukum Perbankan Modern, Bandung, PT: Citra Aditya Bakti
Yusuf Shofie, 2000, Perlindungan konsumen, Bandung, PT: Citra Aditya Bakti
Try Widyono, 2006, Operasional Transaksi Produk Perbankan Indonesia, Bandung: Ghalia Indonesia
Ronny Sautma Hotma Bako, 1999, Hubungan Bank Dan nasabah, Produk tabungan dan Deposito. Bandung, PT. Citra Aditya Bakti
Drs. C.S.T. Kansil, SH. , 1996, Hukum Dagang Indonesia Perbankan dan
Permodalan, Jakarta, Sinar Grafika.
No comments:
Post a Comment