BAB 1
PENDAHULUAN
A. Kata Pengantar
Dalam kegiatan bisnis , pengankutan laut, darat
dan udara di butuhkan dan peranannya sangat penting,
karena selain sebagai alat
fisik yang membawa barang-barang dari
produsen ke konsumen, juga sebagai
alat penentu harga barang-barang tersebut. Di samping itu, jika di tinjau dari
beberapa segi, pengangkutan banyak mempunyai manfaat, antara lain sebagai berikut
;
a. Dari kepentingan pengirim barang,
pengirim memperoleh manfaat untuk konsumsi pribadi maupun keuntungan komersial.
b. Dari segi pengangkut barang,
pengangkut mendapat keuntungan material sejumlah uang atau keuntuangan
immaterial, berupa peningkatan kepercayaan masyarkat atau jasa angkutan yang di
usahakan oleh pengangkut
c. Dari kepentingan penerimaan
barang, penerima barang mendapat manfaat untuk kepentingan konsumsi pribadi
maupun keuntungan komersial.
Dari beberapa uraian di atas penting
bagi kami untuk menjelaskan peranan penting alat transportasi laut, darat dan
udara. Hal ini demi kelancaran kegiatan ekonomi maupun kegiatan sosial masyarakat,
baik itu dalam negeri maupun luar negeri (kegiatan internasional).
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Transportasi memegang peranan yang
sangat penting dalam bisnis nasional maupun internasional. Pada dasarnya
kendaraan yang di pergunakan manusia adalah kuda, unta, kapal kayu dan lainnya
yang bisa menjadi transportasi mereka. Transportasi akan menjamin kelancaran
lalu lintas barang dalam perdagangan nasional maupun internasional dan menjamin
hak kepemilikan atas barang dengan pengeluaran dokumen pengapalan yang sangat
vital seperti bill of lading, airways bill dan lain-lain. Berikut ini akan kita
bahas beberapa hukum yang mengatur adanya pengangkutan yang dimanfaatkan
sebagai transportasi masa kini :
B.
Hukum Transportasi Laut
Hukum transportasi laut terdiri dari
dua kata yakni hukum dan laut. Jadi hukum laut adalah hukum yang mengenai laut,
baik bersifat publik, maupun bersifat ke perdataan . Hukum laut bersifat publik
kalau menyangkut masalah umum, sebaliknya hukum laut bersifat perdata apabila
menyangkut perseorangan. Khusus mengenai pengangkutan laut tidak di jumpai
definisinya dalam KUHD. Namun dalam PP No. 17 tahun 1988 di jumpai mengenai
pengangkutan laut.
“Setiap kegiatan pelayaran yang
menggunakan kapal laut untuk mengangkut penumpang, barang dan atau hewan untuk
satu perjalanan atau lebih dari satu pelabuhan ke pelabuhan lain antara
beberapa pelabuhan”. (Pasal 1 angka 1 PP No. 17 tahun 1988)
Berkaitan dengan pengaturan
pengangkutan laut, pada awalnya hanya di atur dalam KUHD buku II, Bab V karena
KUHD ini merupakan warisan dari Hindia Belanda, namun kemudian di ganti menjadi
I dan di sempurnakan pada tanggal 17 september 1992 dengan UU No. 21 tahun 1992
tentang pelayaran .
a. Sejarah perundang-undangan laut
Sejarah perundang-undangan laut dan
peraian darat, sebagai yang telah di atur dalam buku kedua KUHD, I mulai
sebelum berlakunya S. 1933-47 jis 38- dan 2 yang mulai berlaku pada 1 april
1938. Sebelum berlakunya undang-undang tersebut, perkembangan perundang-undangan
pelayaran laut dan perairan mengikuti jalannya sejarah perundang-undangan
tentang pelayaran laut dan darat di negeri belanda.
Sebab menurut pasal 131 I.S.perundang-undangan
hukum dagang itu selalu konkordans dengan perundang-undangan di negeri Belanda,
sejarah perundang-undangan tersebut berhenti pada saat di undangkannya 1848-23,
tanggal 30 april 1847 yang mulai belaku pada 1 mei 1848. Perundangan tersebut
berlaku di indonesia, yaitu kitab undang-undang hukum dagang (KUHD ).
b. Jenis- jenis Pengangkutan Laut
Ada empat macam pelayelenggaraan
pengangkutan laut, baik menurut PP 17 tahun 1988 tentang penyelenggaraan
Pengangkutan Laut maupun menurut UU No. 21 tahun 1992 tentang pelayaran.
1. Pelayaran Dalam Negeri
Menurut PP No. 17 tahun 1988,
pelayaran dalam negeri merupakan kegitan angkutan laut antar pelabuhan di
indonesia yang di lakukan secara tetap dan teratur dan / atau dengan pelayaran
yang tidak tetap dan tidak teratur dengan menggunakan jenis kapal.
Selanjutnya, pasal 73 UU no. 21
tahun 1992 menyatakan bahwa penyelenggaraan pelayaran laut dalam negeri ini di
lakukan dengan menggunakan kapal berbendera Indonesia dan kapal berbendera
asing yang di operasikan oleh badan hukum Indonesia dalam keadaan tertentu
dalam memenuhi persyaratan yang di tetapkan oleh pemerintah.
2. Pelayaran Rakyat
Menurut PP No. 17 tahun 1988,
pelayaran rakyat merupakan kegiatan angkutan laut khusus untuk barang atau
hewan antar pelabuhan di Indonesia dengan menggunakan kapal layar motor sesuai
dengan persyaratan diantaranya :
·
Dilakukan oleh perusahaan dalam salah satu badan usaha,
termasuk koprasi.
·
Memiliki unit usaha perahu layar atau kapal motor dengan
ukuran sampai dengan 850 M3
isi kotor atau kapal motor dengan ukuran sampai 100 M3.
Sementara itu, pasal 77 UU No. 21
tahun 1992 mengatakan bahwa pelayaran rakyat sebagai usaha rakyat yang bersifat
tradisional merupakan bagian dari usaha angkutan perairan, mempunyai peranan
yang penting dan karakteristik sendiri.
3. Pelayaran Perintis
Menurut pasa 84 UU No. 21 1992
pelayaran perintis ini berupa angkutan perairan yang menghubungkan daerah – daerah
terpencil dan belum berkembang. Adapun sebagai penyelenggara adalah pemerintah.
Mengenai pelayaran perintis ini, PP No. 17 tahun 1988 menyatakan bahwa
perlayaran perintis merupakan kegiatan angkutan laut yang dilakukan secara
tetap dan teratur.
4. Pelayaran Luar Negeri
Pelayaran luar negeri merupakan
pelayaran samudera sebagai kegiatan angkutan laut dari negeri yang di lakukan
secara tetap dan teratur atau dengan pelayaran tidak tetap dan tidak
menggunakan semua jenis kapal (pasal 9 ayat (5) PP No. 17 tahun 1988).
Pelayaran luar negeri ini, menurut UU No. 21 tahun 1992, dilakukan oleh badan
hukum Indonesia yang menurut UU No. 1 tahun 1985 berbentuk perseroan terbatas
dan atau perusahaan asing .
c. Pihak-pihak dalam Pengangkutan
Laut
1. Pengangkutan
Mengenai pengangkutan tidak di
jumpai definisinya dalam kitab undang-undang hukum dagang (KUHD). Namun,
menurut HMN. Poerwosutjipto (1985 : 4), pengangkutan adalah orang yang mengikat
diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang dan atau orang dari suatu
tempat ke tempat tujuan tertentu dengan selamat.
2. Pengiriman Barang
Pengirim belum tentu pemilik barang,
sering kali dalam praktek pengirim adalah ekspiditur atau perantara lain dalam
bidang pengangkutan. Pasal 86 ayat (1) menyatakan bahwa ekspeditur adalah orang
yang pekerjaannya menyuruh orang lain untuk menyelenggarakan pengangkutan
barang-barang.
Karena merupakan perantara, ada dua
jenis perjanjian yang perlu di buat oleh ekspeditur, yaitu sebagai berikut ;
a. Perjanjian yang di buat oleh
ekspeitur dengan pengirim tersebut dengan perjanjian ekspedisi, yaitu
perjanjian timbal balik antara ekpeditur dengan pengirim, dimana ekspeditur
mengikatkan diri untuk mencari pengangkut yang baik bagi si pengirim, sedangkan
si pengirim mengikat diri untuk membayar profesi kepada ekpeditur.
b. Perjanjian antara ekpeditur atas
nama pengirim dengan pengangkut di sebut perjanjian pengangkutan.
C. Hukum Transportasi Darat
a. Masalah Pengangkutan
Transportasi ini akan menjamin
kelancaran lalu lintas barang dalam perdagangan nasional maupun internasional
dan menjamin hak kepemilikan atas barang dengan pengeluaran dokumen pengapalan
yang sangat vital seperti bill of lading, airways bill dan lain-lain .
Pasal 506 ayat 1 KUHD mendefinisikan
bill of lading atau konsumen sebagai suatu surat yang bertanggal dalam yang mana
si pengangkut menerangkan bahwa ia telah menerima barang-barang tersebut untuk
diangkutnya ke suatu tujuan tertentu dan menyerahkanya ke situ kepada orang
tertentu, begitu pula menerangkan dengan syarat-syarat apakah barang-barang itu
akan diserahkan. Dari ketentuan pasal tersebut fungsi dari B/L yaitu:
1. sebagai surat bukti perjanjian
pengangkutan.
2. sebagai surat bukti penerimaan
barang
3. sebagai bukti pemilikan barang
(document of title)
D. Hukum Transportasi Udara
Aturan internasional yang mengaur
mengenai pengangkutan melalui udara adalah:
1. Warsaw convetion (original) 1929
Dalam Warsaw convention, dokumen
angkutannya disebut air consignment note (ACN) yang bukan merupakan document of
title . ACN ditandatangani carrier setelah barang diterima. ACN tediri dari
tiga bagian yaitu:
a. first part, untuk carrier.
b. Second part, untuk consignee
(penerima barang)
c. Third part, untuk consignor
(pengirim)
2. Warsaw convention yang
diamandemen tahun 1955
Dalam Warsaw convention yang
diamandemen, dokumen angkutannya disebut air way bill (AWB). Air way bill ini
cukup memuat point keberangkatan dan destinasi. Kontrak angkutan udara dapat
dilakukan meelalui Warsaw convention yang pertama telah di amandemen.
3. non-convention carriage
a. Dokumen Angkutan Udara
Jika suatu kredit mensyaratkan
dokumen angkutan udara, kecuali apabila ditentukan lain di dalam kredit, bank
akan menerima suatu dokumen yang secara nyata menunjukan nama pengangkut
(carrier) dan ditandatangani. Demikian pula dengan dokumen yang disahkan oleh
pengangkut (carrier) atau agen yang ditunjuk atas nama pengangkut (carrier).
b. Yang Dapat Diterima Bank
Dalam pasal 27 UCP 500 diatur
mengenai ciri-ciri dokumen angkutan udara, dan pada pasal 28 UCP 500 juga diatur
mengenai angkutan darat, kereta api atau jalan air dan dokumen lainnya yang
dapat diterima oleh bank. Dokumen lainnya ini yang dapat idterima oleh bank ini
menyangkut dokumen angkutan pos dan kurir terdapat di dalam pasal 29 UCP 500
dan dokumen angkutan lainnya yang diterbitkan oleh freight forwarder terdapat
pada pasal 30 UCP 500. selain itu UCP 500 juga mengatur mengenai klausula “on
deck”, “shipper’s load and count”, pada pasal 31, yang terdapat dalam dokumen
pengangkutan modal transport.
c.
Courir Dan Post Receipts
Jika kredit mensyaratkan suatu tanda
terima pos (post receipts) atau certificate of posting, kecuali apabila
ditentukan lain di dalam kredit bank akan menerima, suatu tanda terima pos atau
sertificate of posting yang secara nyata telah dibubuhi cap atau disahkan dan
diberi tanggal di tempat dari mana kredit menyebutkan barang tersebut
dikapalkan atau dikirimkan dan tanggal tersebut akan dianggap sebagai tanggal
pengapalan atau pengiriman, dan dalam semua hal memenuhi ketentuan kredit.
d. Freight Forwarder
Bank hanya akan menerima dokumen
yang diterbitkan oleh freight forwarder jika dokumen tersebut nyata-nyata
menunjukan nama freight forwarder sebagai suatu pengangkut (carrier) atau
pengelola pengangkutan multimodal. Dokumen ini ditandatangani atau disahkan
oleh freight forwarder sebagai pengangkut (carrier) atau pengelola angkutan
multimodal.
Bank juga akan menerima dokumen
menunjukan nama pengangkut (carrier) atau pengelola angkutan multimodal dan
ditanda tangani dan disahkan oleh freight forwarder tersebut sebagai agen yang
ditunjuk untuk atau atas nama pengangkut (carrier) atau pengelola angkutan
multimodal .
e. Klausa “on deck”, “shipper’s load
and count”
Bank akan menerima suatu dokumen
angkutan yang tidak menunjukan, dalam hal angkutan laut atau lebih dari satu
alat angkut (modal transport) termasuk angkutan melalui laut, bahwa
barang-barang tersebut dimuat atau akan dimuat diatas geladak. Meskipun
demikian, bank akan menerima dokumen angkutan yang berisikan catatan bahwa
barang-barang tersebut boleh diangkut di atas geladak, asal saja dokumen
tersebut tidak secara khusus menyebutkan bahwa barang-barang tersebut dimuat
atau akan dimuat di atas geladak .
Demikian juga dokumen yang memiliki
klausula seperti “shipper’s load and count” atau “said by shipper to contain”
atau kata-kata yang memiliki akibat serupa, serta dokumen yang menunjukan bahwa
pengirim barang merupakan pihak lain yang bukan beneficiary kredit tersebut.
f.
Dokumen Angkutan Yang Tidak Cacat
Clean transport document (dokumen
angkutan yang tidak cacat) adalah dokumen yang tidak mencantumkan klausula atau
catatan yang menyatakan secara jelas kondisi barang atau kemasan yang cacat.
Bank akan menolak dokumen angkutan
yang memuat klausula atau catatan dimaksud kecuali kredit secara jelass
menyatakan klausula atau catatan yang dimaksud dapat diterima. Demikian pula
bank akan menganggap suatu persyaratan dalam suatu kredi yang mengharuskan
dokumen angkutan mencantumkan klausula “clean on board” telah terpenuhi apabila
dokumen angkutan tersebut memenuhi persyaratan mengenai clean transport
document yang diatur dalam pasal 32 UCP500 ini. Selain itu juga harus memenuhi
peraturan sebagaimana diatur dalam pasal 23 (mengenai marine/ocean bill of
lading), pasal 24 (non negotiable sea way bill), pasal 25 (charter party bill
of lading), pasal 26 (multimodal transport), pasal 27 (dokumen angkutan udara),
pasal 28 (dokumen angkutan jalan, kereta api atau jalan air), serta pasal 30
(dokumen yang diterbitkan freight forwarder).
PENUTUP
Kesimpulan
A.
Hukum Transportasi Laut
Hukum laut terdiri dari dua kata
yakni hukum dan laut. Jadi hukum laut adalah hukum yang mengenai laut, baik
bersifat publik, maupun bersifat ke perdataan . Hukun laut bersifat publik
kalau menyangkut masalah umum, sebaliknya hukum laut bersifat perdata apabila
menyangkut perseorangan. Khusus mengenai pengangkutan laut tidak jumpai
definisinya dalam KUHD. Namun dalam PP No. 17 tahun 1988 di jumpai mengenai
pengangkutan laut.
B. Hukum Transportasi Darat
Transportasi ini akan menjamin
kelancaran lalu lintas barang dalam perdagangan nasional maupun internasional dan
menjamin hak kepemilikan atas barang dengan pengeluaran dokumen pengapalan yang
sangat vital seperti bill of lading, airways bill dan lain-lain .
C. Hukum Transportasi Udara
Aturan internasional
yang mengaur mengenai pengangkutan melalui udara
DAFTAR
PUSTAKA
HMN. Poerwosutjipto. 2000.
Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia Hukum Pelayaran Laut dan Perairan
Darat. Jakarta: Djambatan
Widjaja, Gunawan. Ahmad Yani. 2003.
Seri Hukum Bisnis Transaksi Bisnis Internasional (Ekspor-Impor & Imbal
Beli). Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada
HMN. Poerwosutjipto. 1995.
Pengertian Pokok Hukum Dagang. Pengetahuan Dasar Hukum Dagang. Jakarta:
Djambatan.
Asyhadie, Zaeni. 2005. Hukum Bisnis
Prinsip dan Pelaksanaannya di Indonesia. Jakarta: PT Raja Grafindo
Fuady , Munir. 1994. Hukum Bisnis
dalam Teori dan Praktik. Bandung: Citra Aditya Bakti
Sumantoro. 1990. Pengantar Tentang
Pasar Modal di Indonesia. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Abdul khadir Muhammad. 1999. Hukum
Perusahaan Indonesia. Bandung: Citra Aditya Bakti.
www.google.com
No comments:
Post a Comment