Perlombaan menurut Islam
A.
Pengertian
Perlombaan
dalam bahasa arab adalah musabaqoh. Perlombaan dalam bahasa arab disebut dengan
musabaqah termasuk olah raga terpuji,
hukumnya berubah-ubah, tergantung niatnya. Perlombaan disyariatkan karena
termasuk olahraga yang terpuji. Asal perlombaan adalah dibolehkan. Hal ini
dibuktikan dalam beberapa hadits dan juga klaim ijma’ (kesepakatan para ulama).
Apalagi jika lomba tersebut sebagai persiapan untuk jihad seperti lomba memanah
atau pacuan kuda, para ulama sepakat akan sunnahnya, bahkan hal ini adalah
ijma’ (kesepakatan) mereka. Bahkan kadangkala hukum melakukan lomba memanah dan
pacuan kuda bisa jadi wajib (fardhu kifayah) di kala diwajibkannya jihad.
Dalam
sebuah Hadits diriwayakan oleh Imam bukhari bahwa siti “aisyah r.a berkata:
“Aku berlomba lari dengan Nabi Saw. Tetapi aku dapat mengejarnya. Ketika aku
mulai gemuk , akupun berlomba lari dengan beliau, tetapi beliau dapat
mengejarku. Aku berkata “Kemenangan ini adalah sebagai imbangan bagi kekalahan
itu.” Dalam hadits dijelaskan oleh Rosulullah Saw. “Setiap permainan adalah
haram, kecuali tiga macam, permainan seorang laki-laki dengan istrinya,
melemparkan anak panah dari busurnya dan melatih kuda-kudanya”.
Mengenai persiapan jihad, Allah
Ta’ala berfirman,
وَأَعِدُّوا
لَهُمْ مَا اسْتَطَعْتُمْ مِنْ قُوَّةٍ وَمِنْ رِبَاطِ الْخَيْلِ
“Dan siapkanlah untuk menghadapi
mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat”
(QS. Al Anfal: 60).
Yang
dimaksud dengan kekuatan apa saja, ditafsirkan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam dengan memanah (HR. Muslim no. 1917).
B.
Syarat-syarat
Sah Perlombaan
Berikut
ini syarat sah perlombaan, yaitu :
1.
Menentukan
jenis kendaraan dengan mata kepala.
2.
Kendaraan
yang dipergunakan untuk berlomba harus sama, seperti kuda arab dengan kuda arab
dsb.
3.
Jaraknya
harus ditentukan.
4.
Bila
ada hadiah, maka hadiah itu harus mubah dan diketahui.
5.
Tidak
boleh ada unsur perjudian.
C.
Hukum
Perlombaan
Dan
hukumnya selalu berubah-ubah tergantung kegiatannya. Hukum musabaqah ada tiga
macam. Ibnu Qayyim rahimahullah berkata: “perlombaan ada tiga macam:
1.
Perlombaan
yg dicintai oleh Alloh سبحانه وتعالى dan Rasul-Nya صلى
الله عليه وسلم seperti lomba
berkuda, memanah dan sebagainya yg tujuannya adalah persiapan untuk jihad.
dasarnya adalah sabda Nabi صلى الله عليه وسلم: “Tidak ada perlombaan kecuali pada khuff
(unta) atau panah atau hafir (kuda)”. (HR yg lima). Madzhab hanafiyah
memasukkan dalam golongan ini perlombaan menghafal Al Qur’an, hadits dan fiqih
dan dipilih oleh syaikhul islam ibnu Taimiyah.
2.
Perlombaan
yg dibenci oleh Allah سبحانه وتعالى dan Rasul-Nya صلى
الله عليه وسلم yaitu yang
dapat menimbulkan kebencian dan permusuhan dan menghalangi dari dzikir kepada
Alloh سبحانه وتعالى dan shalat. Seperti maen kartu remi dsb.
3.
Perlombaan
yang tidak dicintai oleh Alloh سبحانه وتعالى tidak juga dimurkai, hukumnya mubah
seperti lomba lari, lomba renang, adu gulat dsb.
Hukum
Perlombaan Berhadiah. Syaikh Abdurrahman As Sa’di rahimahullah berkata:
“Mengambil ‘iwadl (hadiah) dalam perlombaan ada tiga macam:
1.
Perlombaan
yang diperbolehkan tanpa hadiah dan tidak boleh mengambil hadiah seperti
perlombaan balap mobil, perahu dsb.
2.
Perlombaan
yang tidak boleh dilakukan baik dengan hadiah maupun tanpa hadiah, yaitu setiap
perlombaan yg menjerumuskan kepada dosa dan permusuhan.
3.
Perlombaan
yang diperbolehkan baik dengan hadiah ataupun tidak, yaitu perlombaan dalam
memanah, berkuda dan unta sebagaimana ditunjukkan oleh hadits di atas.
Hukum Mengeluarkan Harta (hadiah) Dalam Perlombaan. Para ulama menyebutkan
tiga keadaan:
1.
Hadiah
dari gubernur atau yang semacamnya. Hukumnya boleh dengan ijma para ulama.
2.
Hadiah
dari salah satu peserta lomba, seperti si A berkata kepada kpd si B: ayo lawan
aku dalam perlombaan, jika kamu menang saya akan memberikan hadiah untukmu, dan
jika kamu kalah maka kamu tidak ada kewajiban apa-apa. Hukumnya juga boleh
menurut seluruh ulama kecuali yg diriwayatkan dari Al Qasim bin Muhammad. Namun
yang shahih boleh karena ini sama dengan hadiah dan tidak ada makna perjudian.
3.
Hadiah
dari semua peserta, dimana setiap peserta mengeluarkan uang dan yang menang
mengambil semua uang tsb. Hukumnya: terjadi khilaf para ulama: jumhur
menyatakan haram kecuali bila ada pihak ketiga yang disebut muhallil, alasannya
karena ini adalah bentuk perjudian karena hakikat perjudian adalah seseorang
berada diantara untung atau rugi. Dan ini ada dalam perlombaan seperti itu.
Namun
untuk perlombaan yang dicintai oleh Allah dan Rasul-Nya yaitu perlombaan yang
mendukung jihad seperti lomba memanah, dan berkuda, syaikhul islam
membolehkannya secara mutlak, dan beliau memandang bahwa itu pengecualian dari
perjudian karena mashlahatnya besar.
Perlombaan
yang tanpa pertaruhan diperbolehkan hal ini karena sudah kesepakatan para
ulama. Perlombaan yang menggunakan pertaruhan di bagi menjadi dua yaitu
pertaruhan yang diharamkan dan pertaruhan yang dihalalkan. Diharamkan apabila
salah satu menang memperoleh hadiah dan yang kalah berutang kepada temannya hal
seperti ini sama dengan perjudian. Sedangkan perlombaan yang dihalalkan adalah
sebagai bertikut :
1.
Dibolehkan
mengambil hadiah apabila hadiah itu dari penguasa atau yang lain.
2.
Hadiah
dikeluarkan dari salah satu pihak yang berlomba
3.
Petaruh
itu boleh diambil apabila datang dua orang yang berlomba atau beberapa pihak yang
berlomba, sementara diantara mereka terdapat salah atau salah satu pihak itu
menerima hadiah itu bila dia menang dan tidak berhutang apabila ia kalah.
D.
Jenis
Permainan
1.
Bermain
nard
Jumhur
ulama bermain nard (sejenis dadu) hukumnya adalah haram. Mereka menyatakan
haram karena sesuai hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, Ahmad dan Abu
Dawud dari Buraidah r.a.,dari Rasulullah yang artinya “barangsiapa bermain nadr
syir, maka seolah-olah orang itu mencelupkan tangannya kedalam daging dan darah
babi.” Dalam sebuah Hadits diriwayatkan oleh Imam Muslim, Ahmad dan Abu Dawud,
Ibnu Majah dan Malik dari Abi Musa r.a bahwa Nabi Saw. Bersabda: “Barang siapa
bermain Nadr, maka dia telah maksiat kepada Allah dan Rasul-Nya.”Al-Syaukani
berkata bahwa bermain nard adalah ahala (boleh) apabila tidak dibarengi dengan
taruhan. Pendapat itu diriwayatkan dari Ibnu Mughaffal dan Ibnu Musayyab.
2.
Bermain
catur
Ibnu
Hajar al-Asqalani berkata “ Tidak ada hadits shahih atau hasan didalam
pengharaman bermain catur.” Orang-orang berpendapat bahwa hukum main catur itu
boleh dengan syarat berikut:
1.
Tidak
melalaikan kewajiban agama
2.
Tidak
dicampuri dengan taruhan
3.
Tidak
muncul ditengah permainan hal-hal yang bertentangan dengan syari’at Allah
Dari
Rasulullah saw. bahwa beliau bersabda, "Tidak ada perlombaan kecuali lomba
pacuan unta atau pacuan kuda dan lomba memanah." (Shahih, HR Abu Dawud
[2574], at-Tirmidzi [1700], an-Nasa'i [VI/226 dan 227], Ibnu Majah [2878],
Ahmad [IV/424-425 dan 474], al-Baghawi [2653], Ibnu Hibban [4690], ath-Thahawi
dalam Musykilul Aatsaar [1883-1892], al-Baihaqi [X/16]).
Kandungan Bab:
Asy-Syaukani
berkata dalam NailulAuthaar (VIII/239), "Hadits ini merupakan dalil
disyari'atkannya perlombaan, bahwasanya hal itu bukan-lah permainan sia-sia,
namun termasuk olah raga yang terpuji dan dapat mendatangkan apa yang
diinginkan dalam peperangan (yaitu ketangkasan) dan dapat dimanfaatkan pada
saat dibutuhkan. Hukumnya tidak keluar dari istihbab (dianjurkan) atau mubah
(dibolehkan), tergantung motivasi melakukannya." Hadits di atas membatasi
perlombaan yang dibolehkan pada tiga perkara, yaitu lomba pacuan unta, pacuan
kuda dan lomba memanah. Sengaja saya buat judul dalam bentuk larangan meskipun
redaksi yang disebut-kan dalam hadits adalah penafian, karena dalam sebagian
riwayat disebutkan dengan lafazh, "Tidak halal perlombaan...." (Hasan,
HR an-Nasa'i [VI/227] dan ath-Thahawi dalam Musykilul Aatsaar [885]).
Para
ulama berselisih pendapat tentang jenis perlombaan selain itu. Namun, yang
benar adalah lomba lari termasuk di dalamnya. Berdasar-kan hadits shahih yang
menyebutkan bahwa Rasulullah saw. mengajak 'Aisyah berlomba lari. Pertama kali
Rasulullah berhasil mengalahkan-nya dan pada kali yang kedua 'Aisyah berhasil
mengalahkan beliau. Itulah pendapat yang dipilih oleh ath-Thahawi dalam
Musykilul Aatsaar. Asy-Syaukani berkata dalam Nailul Authaar (VIII/256),
"Hadits ini merupakan dalil disyari'atkannya berlomba lari." Sebagian
pemalsu hadits mencantumkan tambahan dalam hadits, "lomba burung"
hanya untuk memuaskan keinginan sebagian penguasa. Tambahan itu merupakan
kedustaan atas nama Rasulullah saw, sebagaimana yang telah dijelaskan oleh para
ulama hadits.
Termasuk
fiqh nawaazil (fiqh kontemporer) adalah perlombaan yang menjamur sekarang ini
dengan sebutan balap mobil antar negara atau lebih populer dengan sebutan
rally. Ini termasuk perlombaan yang diharamkan. Karena mobil bukanlah alat
perang dan tidak menguatkan fisik pengemudinya sebagaimana yang diperoleh dari
olah raga berkuda, memanah atau olah raga lainnya. Dan juga balap mobil
termasuk permainan bathil yang mengundang bahaya karena penuh spekulasi dan
bahaya, dapat menyebabkan kematian pengemudinya atau cedera berat. Ditambah
lagi hal itu termasuk perbuatan membuang-buang waktu.
Dr.
Yasin Daradikah mengatakan dalam bukunya berjudul: Nazhariyatul Gharar fii
asy-Syarii'ah al-Islamiyyah (II/248), "Menurutku, perlombaan itu hanyalah
disyari'atkan sebagai persiapan untuk perang, yaitu untuk menundukkan musuh.
Kedua, perlombaan yang dimaksud adalah yang dilakukan dengan ketangkasan
pengendara bukan karena kehebatan mobil. Karena dalam perlombaan disyaratkan
mobil yang ikut balapan harus dari jenis yang sama. Dan setiap olah raga yang
bukan untuk persiapan perang, maka tidak boleh dilombakan."
As-Sabaq,
dengan memfathahkan huruf siin dan baa' adalah hadiah yang disediakan untuk
para peserta lomba. Al-Baghawi berkata dalam Syarhus Sunnah (X/394),
"Hadits ini merupakan dalil bolehnya menyediakan hadiah untuk para peserta
lomba memanah, lomba pacuan kuda dan unta. Begitulah pendapat sejumlah ahli
ilmu, mereka membolehkan pemberian hadiah untuk para peserta lomba memanah dan
pacuan kuda, karena termasuk persiapan memerangi musuh. Dan iming-iming hadiah
bagi para peserta tentu akan memacu semangat berjihad."
Sebagian
ahli ilmu mensyaratkan keharusan adanya muhallil (sponsor/ promotor) antara
peserta lomba. Al-Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyyah telah menjelaskan kekeliruan
persyaratan tersebut dengan perincian yang sangat bagus dalam buku beliau yang
berjudul al-Faruusiyah, silahkan lihat sendiri karena sangat berguna.
Termasuk
perlombaan yang menjadi alat menghancurkan ummat ini adalah turnamen-turnamen
olah raga, seperti turnamen sepak bola dan lainnya. Sehingga menjadi permainan
yang melalaikan ummat. Terlebih lagi yang menjadi pelakunya adalah para pemuda.
Terbuang percumalah waktu mereka, terkuras sia-sialah harta mereka, menjadikan
mereka berkelompok-kelompok dan bergolong-golongan dan melalaikan mereka dari
masalah yang pokok.
Semua
itu merupakan langkah-langkah yang dilakukan oleh zionisme internasional. Jika
belum percaya, maka silahkan baca, 'Protokolat Pemuka Yahudi,' dalam protokoler
nomor 13 disebutkan, "Supaya ummat manusia tetap dalam kesesatan, tidak
tahu apa yang telah terjadi di belakangnya dan apa yang akan terjadi di
hadapannya, tidak tahu rencana yang ditujukan terhadapnya. Kami akan memalingkan
pikiran mereka dengan membuat acara-acara hiburan dan entertaiment, permainan
yang mengasyikkan, berbagai macam jenis olah. raga dan permainan yang memancing
syahwat dan kelezatan mereka, memperbanyak gedung-gedung yang indah dan
bangunan-bangunan penuh hiasan, kemudian kami buat surat kabar dan media massa
mengajak kepada lomba-lomba seni dan turnamen olah raga."
Sumber: Diadaptasi dari Syaikh Salim
bin 'Ied al-Hilali, Al-Manaahisy Syar'iyyah fii Shahiihis Sunnah an-Nabawiyyah,
atau Ensiklopedi Larangan menurut Al-Qur'an dan As-Sunnah.
Bermain
catur masih perbincangan karena ada yang emegatakan aharam,adanya yang
mengatakan boleh dan ada yang emnagtakan makruh,. Dan orang-orang yang
mengtaakan bermain catur boleh berpendapat bahwa :
ü Tidak melalaikan kewajiban agama
ü Tidak dicampuri dengan taruhan
Perlombaan
dengan taruhan asalnya masih dibolehkan. Namun yang dibolehkan di sini adalah
khusus pada lomba tertentu, tidak untuk setiap lomba. Jumhur berpendapat tidak
bolehnya lomba dengan taruhan selain pada lomba memanah, pacuan kuda, dan
pacuan unta. Demikian pula dikatakan oleh Az Zuhri. Sedangkan ulama Hanafiyah
berpendapat bahwa lomba hanya boleh dalam empat hal, yaitu lomba pacuan kuda,
pacuan unta, memanah dan lomba lari sebagaimana keterangan di atas.
Ulama
Syafi’iyah meluaskan lagi perlombaan yang dibolehkan dengan taruhan pada setiap
lomba yang nanti berperan serta dalam jihad. Adapun lomba adu ayam, burung, dan
domba tidaklah termasuk dalam hal ini dan jelas tidak dibolehkan karena bukan
termasuk sarana untuk jihad (Disarikan dari Al Mawsu’ah Al Fiqhiyyah). Imam
Nawawi dalam Minhajul Thalibin berkata, “Segala lomba yang mendukung peperangan
(jihad) dibolehkan dengan taruhan.”
Termasuk
pula lomba yang dibolehkan dengan taruhan adalah lomba hafalan Qur’an dan lomba
ilmiah dalam agama. Ibnul Qayyim rahimahullah ditanya, “Apakah boleh melakukan
perlombaan menghafal Al Qur’an, hadits, fikih dan ilmu yang bermanfaat lainnya
yang ditentukan manakah yang benar manakah yang salah dan perlombaan tersebut
menggunakan taruhan?” Kata Ibnul Qayyim, “Pengikut Imam Malik, Imam Ahmad dan
Imam Asy Syafi’i melarang hal tersebut. Sedangkan ulama Hanafiyah
membolehkannya. Guru kami, begitu pula Ibnu ‘Abdil Barr dari ulama Syafi’iyah
membolehkan hal ini. Perlombaan menghafal Qur’an tentu saja lebih utama dari
lomba berburu, bergulat, dan renang. Jika perlombaan-perlombaan tadi
dibolehkan, maka tentu saja perlombaan menghafal Al Qur’an (dengan taruhan)
lebih utama untuk dikatakan boleh.” (Al Furusiyah, Ibnul Qayyim, hal. 318)
Ibnul Qayyim di tempat lain berkata,
“Jika taruhan dibolehkan dalam memanah, pacuan kuda dan pacuan kita karena
terdapat dorongan untuk belajar pacuan dan sebagai persiapan untuk jihad, maka
tentu saja lomba dalam hal ilmu diin (agama) dan penyampaian hujjah padahal
dengan itu akan membuka hati dan memuliakan Islam, maka itu lebih layak
dibolehkan.” (Al Furusiyah, Ibnul Qayyim, hal. 97)
E.
Pertaruhan
dalam perlombaan
Perlombaan
dengan pertaruhan dibagi menjadi dua bagian yaitu:
1.
Pertaruhan
yang dihalalkan.
ü Dibolehkan mengambil harta dalam perlombaan apabila hadiah itu
datang dari penguasa atau yang lain.
ü Salah seorang dari dua
orang, atau salah satu pihak dari beberapa pihak yang berlomba yang
mengeluarkan hadiah.
ü Hadiah boleh diambil apabila datang dua orang atau beberapa pihak
yang berlomba, sementara diantara mereka ada yang menang dan berhak
mendapatkannya dan tidak berhutang.
2.
Pertaruhan
diharamkan ulama adalah pertaruhan yang apabila salah seorang pahak yang
bertaruh mendapatkan hadiah itu, sedangkan yang kalah dai berhutang kepada
temannya. Karena dianggap judi yang jelas-jelas diharamkan. Termasuk kategori
menganiaya binatang adalah mengadukan binatang. Dalam sebuah hadits yang
diriwayatkan oleh Abu Dawud dari Ibnu Abbas r.a berkata : “Rasulullah Saw. Melarang
mengadu diantara binatang-binatang.
Untuk
lomba yang dibolehkan dengan taruhan seperti yang disebutkan sebelumnya, ada
syarat taruhan yang perlu diperhatikan, yaitu:
1.
Taruhan
harus jelas dalam hal jumlah dan sifat (ciri-ciri).
2.
Boleh
taruhan dibayarkan saat lomba atau boleh sebagiannya ditunda (dicicil).
3.
Taruhan
tersebut bisa jadi ditarik dari salah satu peserta dari dua peserta yang ikut
lomba. Salah satunya mengatakan, “Jika engkau mengalahkan saya dalam lomba
memanah, maka saya berkewajiban memberimu Rp.100.000”. Ini dibolehkan dan tidak
ada khilaf di antara para ulama dalam pembolehan bentuk taruhan semacam ini.
Namun ingat sekali lagi bentuk ini berlaku antara dua orang atau dua kelompok.
4.
Taruhan
tersebut bisa pula ditarik dari pihak lain semisal dari imam yang diambil dari
kas Negara (baitul maal). Karena lomba semacam ini jelas manfaatnya dan turut
membantu dalam pembelajaran jihad sehingga bermanfaat luas bagi orang banyak.
Bisa
pula taruhan tersebut berasal dari iuran peserta (yang lebih dari dua peserta),
seperti masing-masing misalnya menyetorkan iuran awal sebesar Rp.100.000 dan
hadiah untuk pemenang akan ditarik dari iuran tersebut. Bentuk ketiga ini
disebut rihan (taruhan). Jumhur ulama tidak membolehkan taruhan semacam ini
karena ada pihak yang rugi dan ada yang beruntung. [Lihat Al Mawsu’ah Al
Fiqhiyah, 24: 128-129] tidak muncul ditengah permainan hal-hal yang
bertentangan dengan syariat Allah.
F.
Jalab
dan janab dalam petaruh
Menurut sayyid Sabiq dalam buku fiqh
al-Sunnah bahwa Uwais berpendapat bahwa yang dimaksud dengan jalab adalah
meneriaki seekor kuda dari belakang dalam arena perlombaan agar kuda itu menang
dalam perlombaannya. Maksudnya seseorang memperlombakan kudanya disertai dengan
orang yang meneriakinya agar larinya cepat. Sedangkan janab ialah bila seekor
kuda didatangkan oleh seseorang kepada kudanya yang sedang dipelombakan untuk
dinaikinya agar secepatnya ia mencapai tujuan.maksudnya seseorang menyediakan
seekor kuda lain bersama kuda yang diperlombakan,apabila kuda yang dikendarai
lelah, dia pindah kekuda yang telah disediakan itu.
DAFTAR PUSTAKA
Suhendi,Hendi. Fikih
Muamalah. Jakarta : Raja Gravindo, 2010
Abu Ihsan al-Atsari (Pustaka Imam
Syafi'i, 2006), hlm. 2/500-503.